Come Back!

Karya : Nourma Pevensie

Aku memiliki orang yang sangat kusayangi. Namanya adalah, tunggu, aku tidak tahu. Ya bisa dibilang aku tidak mengerti bahasa yang dia gunakan, tapi setiap aku memanggilnya dengan sebutan ‘Hei’ dia menoleh dan tersenyum. Orang itu sepertinya memiliki orang lain yang disayanginya pula. Itu terbukti dari senyumannya saat dia memeluk orang lain itu. Badannya yang kecil terlihat sangat aman berada dipelukan orang lain tersebut. Aku juga, aku sangat senang jika ‘Hei’ memelukku. Saat itulah aku merasa aman, aku merasa bahagia, dan aku merasa disayangi.

‘Hei’ mengambilku dari tempat dimana aku mendapatkan makanan. Saat itu aku yang sudah terbiasa dengan hiruk piruk keramaian, harus berjuang mendapatkan makanan, merasa ‘Hei’ akan menculikku. ‘Hei’ mengangkat badan kecilku dan membawanya ke sebuah alat yang didalamnya terdapat orang lain juga. Mereka dalah orang lain yang ‘Hei’ sayangi itu. ‘Hei’ tersenyum sembari mengangkat badanku dan menggoyang-goyangkannya dengan liar. Aku yang merasa situasiku terancam langsung mempertajam insting bertahan hidupku. Aku mencakar wajah ‘Hei’ yang langsung disusul dengan tangisan yang sangat keras. Saat itu orang lain yang berada disana memberhentikan alat yang sedari tadi berjalan. Mereka berteriak kencang dan hendak memegang badanku pula, aku pun refleks untuk menghindar. Mereka berceloteh satu sama lain kemudian alat yang kunaiki ini kembali berjalan. Celaka, ternyata alat ini tidak memiliki jalan keluar.

Aku terus berkeliling dengan panik mencari-cari celah untuk melarikan diri, namun semuanya sia-sia. ‘Hei’ terus menatapku yang sedang setengah kebingungan setengah ketakutan. Tak lama kemudian, alat ini berhenti, orang lain yang duduk di kursi depan mengarahkan tangannya ke tuas kecil di dekat kaca bening yang memperlihatkan keadaan diluar alat ini. Huwalaaa. Saat celah satu-satunya terbuka, aku langsung melihat jalan untuk melarikan diriku dan saat itu pula lah tangan kecil ‘Hei’ meraih badanku yang juga kecil ini. Aku terus memberontak sampai akhirnya ‘Hei’ menggendongku sambil berlari memasuki ruangan yang besar. ‘Hei’ menurunkanku perlahan. Aku segera mencari tempat berlindung sebelum ada lagi tangan lancang yang mencoba menganggkat badanku yang tak berdaya ini.

Itu adalah saat-saat aku tidak tahu bahwa ‘Hei’ sedang mencoba menolongku. Setelah mengerti aku akan tinggal selamanya di tempat tinggal yang sama dengan ‘Hei’, aku pun menerima keadaannku saat ini. Setidaknya ‘Hei’ terus memberiku makan dengan suka rela. Dia pun menyiapkan tempat tidur untukku, bahkan mengajakku bermain. Saat aku kedinginan dia akan ada disana bersamaku, memberiku selimut, menyiapkan minuman hangat, dan menyanyikan sesuatu yang kalau dipikir-pikir suaranya sangat buruk sehingga aku tetap tertidur walaupun sebenarnya tidak tahan. Lalu saat cuaca sedang panas, ‘Hei’ membuka jendela dengan lebar, kami berdua menatap keluar jendela bersama-sama sambil menikmati angin yang terasa panas. Tentunya ‘Hei’ memberiku minuman yang dingin dengan hiasan air beku yang mengkilap-kilap didalamnya, kemudian kami berdua tertidur karena malas melakukan apapun. Tanpa kusadari, aku sudah sampai pada titik dimana aku tidak bisa hidup tanpa ‘Hei’. Insting berburu ku menjadi payah, tikus-tikus kecil yang berkeliaran di sekitar rumah ‘Hei’ sampai meremehkan kemampuan berlariku. Baik, harus aku akui berat badanku menjadi tak terkontrol sejak aku tinggal bersama ‘Hei’ dan aku yakin ‘Hei’ adalah penyebab aku menjadi membesar. Walaupun aku tidak masalah untuk hidup seperti ini, tapi terkadang aku juga merindukan masa-masa jayaku saat aku menjadi pemenang dalam lomba memperebutkan makanan.

Aku si kucing gemuk ini akhirnya bisa hidup dengan tenang tanpa memikirkan hal-hal yang memberatkan, sampai suatu hari, saat aku melihat ‘Hei’ berteriak menangis. Dia terus menunjuk-nunjuk aku yang sedang duduk tenang ditempat tidurku. Mungkin ia iri padaku karena harus pergi keluar rumah setiap hari sambil membawa barang yang terlihat berat, sedangkan aku Cuma harus tidur dari pagi sampai siang, siang sampai sore, sore sampai malam, dan malam sampai pagi. Kemudian tangan besar mengangkat badanku. Aku memberontak saat kulihat dia akan memasukkan ku dalam alat yang membawaku kerumah ini. Celaka! Aku benci alat itu!

‘Hei’ meraung-raung menatapku dari balik kaca putih transparan dari dalam rumahnya.

“Heiiiiiii!!!!! Kau tidak ikut?!!!! Kau harus ikutttt!!!! Ayo temani aku!!!!”

Tapi walaupun aku berteriak sekuat itu, ‘Hei’ tetap tidak bisa ikut bersamaku karena orang berambut panjang yang ‘Hei’ sayangi menahannya agar tidak bisa keluar dari rumah. Aku bingung. Kepalaku berputar saat alat yang kunaiki ini mulai berjalan dengan kencang. Aku panik. Aku tidak bisa memahami stuasi ini. Aku terus berlari kesana-kemari kembali mencari celah yang tak akan pernah kudapatkan tanpa campur tangan orang yang sedang menjalankan alat ini.

Saat kutahu kami sudah sampai tujuan dan celah terbuka, tidak seperti dulu ketika celah terbuka aku akan segera melarikan diri, sekarang aku menyembunyikan diri dibawah kursi karena aku tidak ingin meninggalkan ‘Hei’ sendirian disana. Aku harus kembali kerumah itu! Tangan besar itu menggapai badanku yang sekarang sudah sangat berisi. Ia meletakkanku didalam sebuah kotak dengan kain yang biasa kugunakan untuk tidur dan sedikit makanan serta minuman. Lantas ia membawaku keluar dari alat yang membawa kami kesini dan dengan perlahan berjalan ke arah rumah yang sangat kukenali. Rumah itu adalah tempat pertama kali aku bertemu dengan ‘Hei’ saat ia mengangkat paksa diriku. Saat itu rumah yang kami datangi tutup. Hujan baru turun dan langit telah gelap. Aku tahu karena aku mengintip dari celah kecil kotak ini. Kemudian orang itu menurunkan ku dan segera berlari kecil dengan tangan melindungi kepalanya dan saat itu pula aku ditinggal seorang diri di rumah yang pertama kali kutempati, dimana aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan makanan.

Aku langsung mengetahui bahwa aku telah dibuang. Aku sudah tidak diinginkan lagi. Akhirnya aku mengerti mengapa ‘Hei’ menggila dirumah sejak tapi. Itu karena dia tahu bahwa aku akan ditelantarkan lagi. Baiklah aku tidak bisa menerima ini! Memangnya apa salahku?! Aku terus memanggil orang yang mengantarku kesini itu dengan nada tinggi yang pertanda bahwa aku sangat sangat marah! Memangnya dia bisa seenaknya mengangkut dan membuangku?! Bukankah dia harus meminta izin dulu pada ‘Hei’ sebagai orang yang telah merawatku?! Setidaknya ‘Hei’ bisa memberitahuku dan pelan-pelan aku akan bisa pergi jika itu yang mereka inginkan. Setidaknya tidak dengan cara mendadak seperti ini! Aku tidak bisa menyampaikan salam perpisahanku dengan baik pada ‘Hei’! Aku tidak memiliki masalah untuk hidup di dunia luar lagi, sungguh, aku bisa berjuang mencari makan seorang diri lagi, tapi aku tidak bisa meninggalkan ‘Hei’ tanpa sepatah kata pun. Aku ingin menyentuh tangannya untuk terakhir kalinya. Tidak! Aku ingin memeluknya dan mengatakan padanya bahwa aku sangat sangat sangat menyayanginya!

Jadi aku pun hanya bisa memanggil-manggil nama ‘Hei’ dengan sedih sampai aku kelelahan. Saat sebelum aku memejamkan mataku hingga tak sadarkan diri, aku sempat bergumam pelan, “Hei kembalilah. Disini dingin sekali. Aku merindukanmu.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reply 1988 "Drama dengan Cerita Ringan"

IU, Mengingatkan tentang Ibu

Sejarah 'sangat' Singkat Rumusan Pancasila