Cerpen Pengalaman : Antusiame Kemerdekaan

     Beberapa minggu lalu,disekolahku ada pemilihan anggota paskibra. Kegiatan itu dilakukan dalam rangka menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke-70. Aku sendiri sangat antusias, karena sudah menjadi hobiku mengikuti kegiatan outdoor. Di hari pertama latihan, aku dimasukkan dalam pasukan delapan. Namun, esoknya berganti lagi. Jadi begitulah seterusnya. Dari empat lima, ke delapan, lalu ke empat lima lagi, dan akhirnya mantap di tujuh belas. Memang perasaan kecewa itu ada. Bayangkan saja, betapa gembiranya aku ketika berada di pasukan inti, dan tiba-tiba dipindahkan ke pasukan lain. Namun, seorang senior berkata padaku.
     " Ingat, kita itu paskibra! Paskibra itu satu! Layaknya burung Garuda. Tujuh belas adalah sayap kanan, empat lima adalah sayap kiri, dan delapan adalah badan. sedangkan tanpa sayap, burung Garuda tak akan pernah bisa terbang!"
Dari situ aku mulai sadar. Jangan terlarut dalam kekecewaan. Paskibra itu satu! Kalau bagus untuk kita dan kalau jelek untuk kita pula.
    Tak terasa, dua minggu sudah kami berlatih, dengan penuh kebersamaan. Latihan bersama, sholat bersama, makan bersama, minum bersama, menangis bersama, tertawa bersama, bahakan di seri pun bersama. Dalam paskibra, jika satu orang di seri, maka semua harus ikut. Karena paskibra mengenal yang namanya kebersamaan. 
     Saat latihan terakhir selesai, terdapat acara tambahan yang menurutku adalah renungan. Awalnya kupikir itu berisi nasehat saja. Namun aku salah, tidak hanya nasehat, tetapi senior juga memberikan motivasi yang sangat menyentuh hati tentang bagaimana mencintai Tanah Air. Aku yakin, jika kalian mengikuti paskibra dari awal seperti aku dan teman-teman lain, kalian pasti akan merasakannya. Menangis. Tersendu. Entah itu sedih atau bahagia. Yang pasti kalian hanya akan memikirkan bagaimana perjuangan para pahlawan untuk hanya menaikkan bendera Merah Putih ke tiang.
     Dengan iringan lagu "Syukur karya Husein Mutahar" kami menangis. Semakin dinyanyiakan maka semakin larut. Aku sendiri termasuk dalam kategori histeris. Kutatap bendera didepan kami dengan pandangan kabur karena terhalang air mata. Rasanya aku ingin bernyanyi dengan keras, namun setiap mencoba, malah tangisanku semakin kuat.
     Satu per satu dari kami memberikan penghormatan kepada bendera Merah Putih, kemudian menciumnya sebagai tanda cinta. Setelah itu, aku tergerak untuk meminta maaf kepada senior. Karena jujur, selama latihan aku sering mengumpat. Itu semua dikarenakan senior yang kupikir tidak adil, tidak mau salah dan mengalah, dan senior yang galak. Tapi sekarang aku sadar, itu semua demi kami. Agar kami lebih disiplin, sigap, cepat, dan tanggap. Agar ketika membawa bendera tercinta tidak akan membuat malu. Akhirnya latihan terakhir selesai dengan ditutup oleh doa. Doa yang terbaik.
     Pelaksanaan upacara hari Kemerdekaan akan dimulai beberapa menit lagi. Rasa grogi tiba-tiba saja muncul. Namun aku bisa mengatasinya. Mudah saja, selalu minta pada Allah yang terbaik. Dan alhamdulillah, setelah melewati dua minggu yang berat, kami dinyatakan sukses, walaupun ada beberapa kesalahan. Biarpun bagaimana cara membawa bendera yang dilihat, namun yang terpenting adalah, naiknya Sang Saka Merah Putih ke ujung tiang tertinggi yang ke-70 tahun.
     Sorak-sorak gembira dan tepuk tangan riuh menghiasi hari istimewa itu. Tak terasa air mataku jatuh lagi. Mungkin aku terharu dan terlalu terbawa suasana. Tapi tangis itu segera mereda, mengingat hari ini tidak pantas dihiasi dengan kesedihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reply 1988 "Drama dengan Cerita Ringan"

IU, Mengingatkan tentang Ibu

We are the B